Kerajaan Eropa Abad Pertengahan Disebut

Kerajaan Eropa Abad Pertengahan Disebut

Seni rupa dan arsitektur

Hanya segelintir gedung batu berukuran besar yang dibangun selepas pendirian basilika-basilika zaman Konstantinus pada abad ke-4 sampai dengan abad ke-8, tetapi ada banyak bangunan batu dalam ukuran yang lebih kecil dibangun antara abad ke-6 dan abad ke-7. Pada permulaan abad ke-8, Kekaisaran Karoling menghidupkan kembali arsitektur basilika.[134] Salah satu tampilan dari basilika zaman Kekaisaran Karoling adalah penambahan transep,[135] yakni dua sayap bangunan yang dibangun berhadapan pada kedua sisi bangunan induk sehingga membentuk ruang melintang yang memisahkan panti umat dari panti imam sekaligus membuat keseluruhan bangunan tampak seperti sebuah salib raksasa.[136] Tampilan-tampilan baru lainnya pada arsitektur rumah ibadat meliputi menara persimpangan dan pintu masuk megah yang lazimnya dibangun pada sisi barat gedung gereja.[137]

Karya-karya seni rupa Karoling dibuat bagi segelintir tokoh di kalangan istana, dan bagi biara-biara maupun gereja-gereja yang mereka tunjangi. Geliat seni rupa Karoling didominasi oleh usaha-usaha untuk menghadirkan kembali keagungan dan ciri khas Yunani-Romawi dari seni rupa Romawi Timur dan Kekaisaran Romawi, tetapi dipengaruhi pula oleh seni rupa Insuler dari Kepulauan Britania. Seni rupa insuler memadukan kekuatan langgam hias Kelt Irlandia dan Jermanik Saksen-Inggris dengan hasil-hasil budaya khas Laut Tengah seperti buku, dan menciptakan banyak ciri khas seni rupa sepanjang Abad Pertengahan. Karya-karya seni rupa agamawi yang sintas dari kurun waktu Awal Abad Pertengahan kebanyakan berupa naskah beriluminasi dan karya seni ukir gading, yang mula-mula ditampilkan pada barang-barang hasil pengolahan logam yang semenjak saat itu sudah dilebur.[138][139] Benda-benda yang dibuat dari logam mulia merupakan wujud karya seni yang paling dihargai, tetapi hampir semuanya sudah musnah kecuali beberapa buah salib seperti Salib Raja Lothar, beberapa buah relikuarium, serta temuan-temuan seperti barang-barang bekal kubur buatan Saksen-Inggris di Sutton Hoo, harta karun Gourdon di Prancis dari zaman wangsa Meroving, harta karun Guarrazar di Spanyol dari zaman Visigoth, dan harta karun Nagyszentmiklós di dekat wilayah Kekaisaran Romawi Timur. Ada pula peninggalan kerongsang-kerongsang berukuran besar dalam bentuk fibula maupun penanuler yang merupakan barang kelengkapan pribadi yang penting di kalangan elit, salah satu contohnya adalah Kerongsang Tara dari Irlandia.[140] Sebagian besar buku-buku yang disarati hiasan adalah kitab-kitab Injil. Banyak di antaranya yang masih lestari sampai sekarang, antara lain Kitab Kells yang khas Insuler, Kitab Injil Lindisfarne, dan Kitab Emas Santo Emeranus yang merupakan salah satu kitab Injil dengan sampul mewah dari emas bertatah permata yang masih utuh.[141] Agaknya orang-orang di lingkungan istana Karel Agunglah yang berjasa membuat patung-patung pahatan monumental menyerupai makhluk hidup diterima ke dalam khazanah seni rupa Kristen,[142] dan menjelang akhir masa pemerintahan Karel Agung, patung-patung yang nyaris seukuran dengan manusia asli semisal Salib Gero sudah lumrah dijumpai di gedung-gedung gereja utama.[143]

Puncak Abad Pertengahan

Puncak Abad Pertengahan bermula sesudah tahun 1000 Masehi, yaitu ditandai dengan populasi Eropa yang meningkat pesat berkat munculnya inovasi-inovasi di bidang teknologi dan pertanian, yang memungkinkan berkembangnya perniagaan. Lonjakan populasi Eropa juga disebabkan oleh perubahan iklim selama periode Suhu Hangat Abad Pertengahan yang memungkinkan peningkatan hasil panen.

Ilustrasi naskah Prancis dari Abad Pertengahan yang menampilkan ketiga golongan masyarakat Abad Pertengahan: golongan yang berdoa (rohaniwan), golongan yang bertarung (kesatria), dan golongan yang bekerja (petani). Hubungan di antara ketiga golongan ini diatur menurut tatanan feodalisme dan manorialisme (Li Livres dou Sante, abad ke-13).

Ada dua tatanan kemasyarakatan yang diterapkan pada Puncak Abad Pertengahan, yakni manorialisme dan feodalisme. Manorialisme adalah penertiban rakyat jelata menjadi pemukim di desa-desa, dengan kewajiban membayar sewa lahan dan bekerja bakti bagi kaum ningrat; sementara feodalisme adalah struktur politik yang mewajibkan para kesatria dan kaum ningrat kelas bawah untuk maju berperang membela junjungan mereka sebagai ganti anugerah hak sewa atas lahan dan tanah perdikan (bahasa Inggris: manor).

Perang Salib yang mula-mula diserukan pada 1095 adalah upaya militer umat Kristen Eropa Barat untuk merebut kembali kekuasaan atas Tanah Suci dari umat Islam. Raja-raja menjadi kepala dari negara-negara bangsa yang tersentralisasi. Sistem kepemimpinan semacam ini mengurangi angka kejahatan dan kekerasan, tetapi membuat cita-cita untuk menciptakan suatu Dunia Kristen yang bersatu semakin sukar diwujudkan.

Kehidupan intelektual ditandai oleh skolastisisme, filsafat yang mengutamakan keselarasan antara iman dan akal budi, dan ditandai pula oleh pendirian universitas-universitas. Teologi Thomas Aquinas, lukisan-lukisan Giotto, puisi-puisi Dante dan Chaucer, perjalanan-perjalanan Marco Polo, dan katedral-katedral berlanggam Gothik semisal Katedral Chartres, adalah segelintir dari capaian-capaian menakjubkan pada penghujung kurun waktu Puncak Abad Pertengahan dan permulaan kurun waktu Akhir Abad Pertengahan.

Penghujung Zaman Kekaisaran Romawi

Luas wilayah Kekaisaran Romawi mencapai puncaknya pada abad ke-2 Masehi; dalam dua abad berikutnya, Kekaisaran Romawi lambat laun kehilangan kendali atas daerah-daerah di tapal batas wilayahnya.[18] Permasalahan-permasalahan ekonomi, termasuk inflasi, dan tekanan asing di tapal batas wilayah kekaisaran adalah penyebab timbulnya krisis pada abad ke-3. Selama masa krisis ini, kaisar demi kaisar dinobatkan hanya untuk dimakzulkan dengan segera oleh perampas takhta berikutnya.[19] Belanja militer terus meningkat sepanjang abad ke-3, terutama untuk membiayai perang melawan Kekaisaran Sasani yang kembali berkobar pada pertengahan abad ke-3.[20] Bala tentara dilipatgandakan, dan pasukan aswasada serta satuan-satuan ketentaraan yang lebih kecil mengambil alih fungsi legiun Romawi sebagai satuan taktis utama.[21] Kebutuhan akan pendapatan mengakibatkan kenaikan pajak dan penurunan jumlah curialis, atau golongan tuan-tuan tanah, serta penurunan jumlah tuan-tuan tanah yang bersedia memikul beban selaku pejabat di kota asalnya.[20] Meningkatnya kebutuhan akan tenaga birokrat dalam administrasi pemerintah pusat untuk menangani kebutuhan-kebutuhan tentara mengakibatkan munculnya keluhan-keluhan dari masyarakat bahwasanya jumlah pemungut pajak di dalam wilayah kekaisaran lebih besar daripada jumlah pembayar pajak.[21]

Pada 286, Kaisar Dioklesianus (memerintah 284–305) membagi wilayah kekaisaran menjadi wilayah timur dan wilayah barat, masing-masing dengan administrasi pemerintahan sendiri; Kekaisaran Romawi tidak dianggap telah terbagi dua, baik oleh rakyat maupun penguasanya, karena keputusan-keputusan hukum dan administrasi yang dikeluarkan oleh salah satu wilayah juga dianggap sah oleh wilayah yang lain.[22][C] Pada 330, setelah masa perang saudara berakhir, Konstantinus Agung (memerintah 306–337) membangun kembali kota Bizantium sebagai ibu kota wilayah timur yang baru, dan menamainya Konstantinopel.[23] Upaya-upaya pembaharuan yang dilakukan Kaisar Dioklesianus berhasil memperkukuh birokrasi pemerintahan, menata ulang sistem perpajakan, dan memperkuat angkatan bersenjata. Langkah ini berhasil menyelamatkan kekaisaran tetapi tidak menuntaskan masalah-masalah yang dihadapinya, antara lain pajak yang terlampau tinggi, penurunan angka kelahiran, dan rongrongan bangsa-bangsa asing di tapal batas wilayah.[24] Perang saudara antarkaisar menjadi hal yang lumrah pada pertengahan abad ke-4. Perang-perang saudara ini menguras kekuatan angkatan bersenjata yang menjaga tapal batas wilayah sehingga memudahkan para bangsa-bangsa asing menerobos masuk ke dalam wilayah kekaisaran.[25] Hampir sepanjang abad ke-4, masyarakat Romawi menjadi terbiasa hidup dalam suatu tatanan baru yang berbeda dari tatanan kemasyarakatan Romawi pada Abad Kuno, dengan melebarnya kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin, serta meredupnya gairah hidup kota-kota kecil.[26] Perkembangan baru lainnya adalah penyebaran Kristen, atau peralihan keyakinan warga kekaisaran ke agama Kristen, suatu proses yang berjalan sedikit demi sedikit sejak abad ke-2 sampai abad ke-5.[27][28]

Pada 376, orang Goth yang sedang meluputkan diri dari kejaran orang Hun, mendapatkan izin dari Kaisar Valens (memerintah 364–378) untuk menetap di Provinsi Trakia (bahasa Latin: Provincia Thracia), wilayah Kekaisaran Romawi di Jazirah Balkan. Proses pemasyarakatan orang Goth di Provinsi Trakia tidak berjalan mulus, dan manakala para pejabat Romawi mengambil tindakan yang keliru, orang-orang Goth mulai melancarkan aksi-aksi penyerbuan dan penjarahan.[D] Kaisar Valens, yang berusaha meredakan kekacauan, gugur dalam Pertempuran Adrianopel melawan orang Goth pada 9 Agustus 378.[30] Selain ancaman-ancaman dari konfederasi-konfederasi kesukuan semacam itu yang mendesak dari utara, Kekaisaran Romawi juga harus menghadapi masalah-masalah yang diakibatkan oleh perpecahan di dalam negeri, khususnya perpecahan di kalangan umat Kristen.[31] Pada 400, orang Visigoth menginvasi Kekaisaran Romawi Barat, dan meskipun sempat terpukul mundur dari Italia, akhirnya berhasil menduduki dan menjarah kota Roma pada 410.[32] Pada 406, orang Alan, orang Vandal, dan orang Suevi memasuki Galia; selama tiga tahun berikutnya mereka menyebar ke seluruh pelosok Galia, melintasi Pegunungan Pirenia, dan masuk ke wilayah yang kini menjadi negeri Spanyol pada 409.[33] Zaman Migrasi bermula ketika berbagai suku bangsa, mula-mula sebagian besar adalah suku-suku Jermanik, berpindah dari satu tempat ke tempat lain di seluruh Eropa. Orang Franka, orang Alemani, dan orang Burgundi pindah dan bermukim di kawasan utara Galia; orang Angli, orang Saksen, dan orang Yuti menetap di Britania;[34] sementara orang Vandal menyeberangi Selat Gibraltar dan mendaulat Provinsi Afrika (bahasa Latin: Provincia Africa).[35] Pada dasawarsa 430-an, orang Hun mulai menginvasi Kekaisaran Romawi; Raja orang Hun, Attila (memerintah 434–453), memimpin invasi-invasi ke Jazirah Balkan pada 442 dan 447, ke Galia pada 451, dan ke Italia pada 452.[36] Ancaman orang Hun terus membayang-bayangi Kekaisaran Romawi sampai konfederasi suku-suku Hun pecah kongsi sepeninggal Attila wafat pada 453.[37] Invasi-invasi yang dilancarkan suku-suku asing ini sepenuhnya merombak tatanan politik dan kemasyarakatan di Kekaisaran Romawi Barat pada masa itu.[34]

Menjelang akhir abad ke-5, wilayah barat Kekaisaran Romawi sudah terpecah menjadi banyak negara kecil, masing-masing dikuasai oleh suku yang menginvasinya pada permulaan abad itu.[38] Pemakzulan kaisar wilayah barat yang terakhir, Romulus Agustulus, pada 476 sudah lama dijadikan tonggak sejarah yang menandai tamatnya riwayat Kekaisaran Romawi Barat.[11][E] Pada 493, Jazirah Italia ditaklukkan oleh orang Ostrogoth.[39] Kekaisaran Romawi Timur, yang kerap disebut Kekaisaran Romawi Timur setelah tumbangnya pemerintah wilayah barat, tidak mampu berbuat banyak untuk menegakkan kembali kedaulatannya atas daerah-daerah wilayah barat yang sudah lepas dari genggamannya. Para Kaisar Romawi Timur tetap mendaku sebagai penguasa atas daerah-daerah itu, tetapi kendati tak seorang pun dari raja-raja baru di wilayah barat berani meninggikan diri menjadi kaisar wilayah barat, kendali Romawi Timur atas sebagian besar wilayah barat Kekaisaran Romawi tidak dapat dipertahankan; penaklukan kembali daerah-daerah di sepanjang pesisir Laut Tengah dan di Jazirah Italia (Perang Goth) pada masa pemerintahan Kaisar Yustinianus (memerintah 527–565) adalah satu-satunya pengecualian, meskipun tidak bertahan lama.[40]

Mata Uang Distandarisasi

Ketika Charlemagne menaklukan Eropa Barat, ia menyadari perlunya mata uang yang terstandarisasi. Bukan koin emas, pemerintahannya memiliki mata uang berupa koin perak yang dapat digunakan di seluruh kekaisaran.

Uang ini juga dikenal sebagai mata uang bersama pertama di Eropa sejak era Romawi. Sistemnya membagi satu pon perak murni Carolingian menjadi 240 keping. Bahkan Prancis diketahui mempertahankan versi dasar mata uang ini hingga Revolusi Prancis terjadi.

Akhir Abad Pertengahan

Akhir Abad Pertengahan ditandai oleh berbagai musibah dan malapetaka yang meliputi bencana kelaparan, wabah penyakit, dan perang, yang secara signifikan menyusutkan jumlah penduduk Eropa; antara 1347 sampai 1350, wabah Maut Hitam menewaskan sekitar sepertiga dari penduduk Eropa.

Kontroversi, bidah, dan Skisma Barat yang menimpa Gereja Katolik, terjadi bersamaan dengan konflik antarnegara, pertikaian dalam masyarakat, dan pemberontakan-pemberontakan rakyat jelata yang melanda kerajaan-kerajaan di Eropa. Perkembangan budaya dan teknologi mentransformasi masyarakat Eropa, mengakhiri kurun waktu Akhir Abad Pertengahan, dan mengawali kurun waktu Awal Zaman Modern.

Nah, itulah penjelasan singkat mengenai sejarah singkat Abad Pertengahan di Eropa. Grameds dapat mengunjungi koleksi buku Gramedia di www.gramedia.com untuk memperoleh referensi tentang bagian dari sejarah Eropa tersebut. Berikut ini rekomendasi buku Gramedia yang bisa Grameds baca untuk mempelajari tentang sejarah Abad Pertengahan agar dapat mempelajarinya secara penuh. Selamat membaca.

Temukan hal menarik lainnya di www.gramedia.com. Gramedia sebagai #SahabatTanpaBatas akan selalu menampilkan artikel menarik dan rekomendasi buku-buku terbaik untuk para Grameds.

Pada antara tahun 768 dan 814 Masehi, berbagai wilayah di Eropa Barat seperti Prancis, Jerman, Belgia, dan Belanda dipimpin oleh seorang raja yang berperang tanpa henti selama bertahun-tahun. Ia adalah Charlemagne atau yang dikenal sebagai Karl hingga Charles Agung.

Ia adalah penguasa besar pada abad pertengahan yang berhasil menyatukan berbagai wilayah di Eropa Barat menjadi satu kerajaan. Sosoknya erat sebagai ahli strategi militer sehingga selama pemerintahannya perang terus terjadi.

Meski terbentuk dari pertumpahan darah, wilayah yang dipimpinnya menyebabkan percepatan seni, sastra, dan budaya Kristen yang baru serta distandarisasi. Bagaimana sosoknya? Berikut 7 fakta tentang Charlemagne dikutip melalui Mental Floss.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kerajaan-kerajaan baru dan pulihnya Kekaisaran Romawi Timur

Usaha raja-raja pribumi untuk melawan serangan kaum pendatang menghasilkan pembentukan entitas-entitas politik baru. Di Pulau Britania yang dihuni orang Saksen-Inggris, Raja Alfred Agung (memerintah 871–899) menyepakati sebuah perjanjian dengan para penyerang Viking pada penghujung abad ke-9, yang menghasilkan pendirian permukiman-permukiman orang Dani di Northumbria, Mercia, dan sejumlah daerah di Anglia Timur.[119] Pada pertengahan abad ke-10, para pengganti Raja Alfred Agung berjaya menaklukkan Northumbria, dan memulihkan kekuasaan orang Saksen-Inggris atas sebagian besar kawasan selatan Pulau Britania.[120] Di kawasan utara Pulau Britania, Cináed mac Ailpín (wafat sekitar 860) mempersatukan orang Pikti dan orang Skoti ke dalam Kerajaan Alba.[121] Pada awal abad ke-10, wangsa Otto telah berhasil menjadi wangsa yang terkemuka di Jerman, dan memimpin perjuangan mengusir para penyerang Magyar. Perjuangan ini mencapai puncaknya dengan penobatan Otto I (memerintah 936–973) menjadi Kaisar Romawi Suci pada 962.[122] Pada 972, ia berhasil mendapatkan pengakuan atas gelar kaisarnya dari Kekaisaran Romawi Timur, yang ia kukuhkan melalui pernikahan putranya, Otto II (memerintah 967–983), dengan Teofania (wafat 991), kemenakan dari Kaisar Romawi Timur yang sedang memerintah dan putri dari mendiang Kaisar Romawi Timur sebelumnya, Romanos II (memerintah 959–963).[123] Menjelang akhir abad ke-10, Italia telah berhasil dimasukkan ke dalam mandala kekuasaan wangsa Otto setelah negeri itu dilanda kekacauan.[124] Kaisar Otto III (memerintah 996–1002) kemudian hari bermastautin di Italia.[125] Negeri Franka Barat kian terpecah-belah. Meskipun secara nominal masih diperintah oleh raja-raja, sebagian besar kuasa politik di negeri itu sudah berpindah ke tangan para kepala daerah.[126]

Usaha pengkristenan masyarakat Skandinavia pada abad ke-9 dan ke-10 membantu memperkuat pertumbuhan kerajaan-kerajaan di kawasan itu, misalnya Kerajaan Swedia, Kerajaan Denmark, dan Kerajaan Norwegia, yang lama-kelamaan semakin besar kekuatannya dan semakin luas pula wilayah kedaulatannya. Sejumlah raja beralih keyakinan menjadi pemeluk agama Kristen, meskipun tidak semuanya beralih keyakinan pada tahun 1000. Orang-orang Skandinavia juga melakukan perluasan wilayah dan melakukan kolonisasi di seluruh Eropa. Selain di Irlandia, Inggris, dan Normandia, orang-orang Skandinavia juga mendirikan permukiman di kawasan-kawasan yang kini menjadi wilayah negara Rusia dan wilayah negara Islandia. Para pedagang dan penjarah dari Swedia menjelajahi sungai-sungai yang mengaliri stepa Rusia, bahkan pernah mencoba merebut Konstantinopel pada 860 dan 907.[127] Negeri Kristen Spanyol mula-mula hanya mencakup wilayah yang tak seberapa luas di kawasan utara Jazirah Iberia, tetapi lambat laun meluas ke kawasan selatan pada abad ke-9 dan ke-10, serta membentuk Kerajaan Asturias dan Kerajaan León.[128]

Di Eropa Timur, Romawi Timur memulihkan kemakmurannya pada masa pemerintahan Kaisar Basilius I (memerintah 867–886) dan para penggantinya, Kaisar Leo VI (memerintah 886–912) dan Kaisar Konstantinus VII (memerintah 913–959). Ketiga-tiganya berasal dari wangsa Makedonia. Perniagaan kembali bergairah, dan para kaisar berusaha menyeragamkan tata laksana administrasi pemerintahan di seluruh provinsi Kekaisaran Romawi Timur. Militer kekaisaran ditata kembali sehingga memungkinkan Kaisar Yohanes I (memerintah 969–976) dan Kaisar Basilius II (memerintah 976–1025) menggeser maju seluruh tapal batas wilayah kekaisaran. Lingkungan istana Kekaisaran Romawi Timur menjadi pusat kebangkitan pendidikan klasik. Proses kebangkitan pendidikan klasik ini dikenal dengan sebutan Abad Pembaharuan Makedonia. Para pujangga seperti Yohanes Geometres (aktif berkarya pada awal abad ke-10) menggubah madah-madah baru, syair-syair baru, dan menghasilkan karya-karya tulis baru dari ragam-ragam sastra lainnya.[129] Usaha penyebaran agama Kristen yang dilakukan rohaniwan-rohaniwan Gereja Timur maupun Gereja Barat berhasil membuat orang Moravia, orang Bulgaria, orang Bohemia, orang Polandia, orang Magyar, dan orang Slav dari Rus' Kiev berganti keyakinan menjadi pemeluk agama Kristen. Perpindahan agama ini turut berjasa dalam pembentukan negara politik di negeri-negeri kediaman suku-suku bangsa itu, yakni negara Moravia, negara Bulgaria, negara Bohemia, negara Polandia, negara Hungaria, dan negara Rus' Kiev.[130] Wilayah negara Bulgaria, yang didirikan sekitar tahun 680, pada puncak kejayaannya membentang dari Budapest sampai ke Laut Hitam, dan dari Sungai Dnieper di Ukraina sekarang ini sampai ke Laut Adriatik.[131] Pada 1018, bangsawan-bangsawan terakhir Bulgaria telah takluk di bawah Kekaisaran Romawi Timur.[132]

Masyarakat Eropa Barat

Di Eropa Barat, sejumlah keluarga bangsawan lama Romawi mengalami kepunahan, sementara keluarga-keluarga bangsawan Romawi yang tersisa memilih untuk mendalami agama ketimbang menceburi urusan-urusan duniawi. Penghargaan yang tinggi terhadap karya tulis ilmiah dan pendidikan Romawi nyaris lenyap, dan meskipun baca tulis masih dianggap penting, kemampuan ini lebih dianggap sebagai suatu keterampilan praktis daripada sebagai lambang status mulia. Pada abad ke-4, Hieronimus (wafat 420) bermimpi ditegur Allah karena lebih sering membaca karya-karya tulis Sisero daripada Alkitab. Pada abad ke-6, Gregorius dari Tours juga bermimpi ditegur Allah, tetapi bukan karena lebih sering membaca karya-karya tulis Sisero, melainkan karena mempelajari stenografi.[63] Pada penghujung abad ke-6, sarana utama dalam pengajaran agama di Gereja adalah musik dan seni rupa, bukan lagi buku.[64] Sebagian besar karya-karya tulis ilmiah yang dihasilkan kala itu hanya berupa salinan dari karya-karya tulis ilmiah peninggalan Abad Kuno, tetapi ada pula sejumlah karya tulis baru yang dihasilkan bersama sejumlah gubahan sastra lisan yang kini tidak lagi diketahui. Karya-karya tulis Sidonius Apolinaris (wafat 489), Kasiodorus (wafat sekitar 585), dan Boëtius (wafat sekitar 525) adalah karya-karya tulis khas dari masa ini.[65]

Kehidupan rakyat jelata juga mengalami perubahan, manakala budaya kaum bangsawan lebih berpusat pada penyelenggaraan pesta-pesta pora di balai-balai perjamuan daripada berkarya di bidang sastra. Busana kaum bangsawan disarati hiasan emas permata. Para penguasa dan raja-raja mendanai rombongan-rombongan pengiring yang terdiri atas para jawara yang menjadi tulang punggung pasukan-pasukan angkatan bersenjata.[H] Ikatan kekerabatan di kalangan bangsawan sangat dijunjung tinggi, demikian pula ikatan kesetiaan, keberanian, dan kehormatan. Ikatan-ikatan ini menjadi penyebab sengketa berlarut-larut yang sering kali timbul di kalangan bangsawan, misalnya sengketa berlarut-larut di Galia pada zaman wangsa Meroving sebagaimana diriwayatkan oleh Gregorius dari Tours. Sebagian besar sengketa berlarut-larut ini diakhiri dalam waktu singkat dengan pembayaran semacam uang ganti rugi.[68] Peran utama kaum perempuan di kalangan bangsawan adalah sebagai istri dan ibu dari kaum lelaki. Peranan perempuan sebagai ibu seorang penguasa sangat dihargai di Galia pada zaman wangsa Meroving. Dalam masyarakat Saksen-Inggris, langkanya penguasa kanak-kanak menyebabkan peran perempuan sebagai ibu suri menjadi kurang menonjol, tetapi kekurangan ini diimbangi oleh peran para abdis biara yang kian lama kian menonjol. Tampaknya di Italia sajalah kaum perempuan senantiasa dianggap bernaung di bawah perlindungan dan kendali seorang kerabat laki-laki.[69]

Dibanding kaum bangsawan, hal-ihwal kehidupan rakyat jelata lebih jarang diabadikan dalam karya-karya tulis. Sebagian besar informasi mengenai rakyat jelata yang sintas sampai ke tangan para sejarawan berasal dari bidang ilmu arkeologi; segelintir peninggalan tertulis yang menggambarkan peri kehidupan rakyat jelata masih berasal dari kurun waktu sebelum abad ke-9. Sebagian besar penggambaran mengenai masyarakat kelas bawah berasal dari kitab-kitab hukum atau karya-karya tulis para pujangga dari kalangan masyarakat kelas atas.[70] Pola-pola kepemilikan tanah di Eropa Barat tidaklah seragam; di beberapa kawasan, persil-persil tanah milik letaknya sangat terserak dan saling berjauhan, sementara di kawasan-kawasan lain, sudah menjadi kaidah bahwa persil-persil tanah milik terletak berdempetan satu sama lain. Perbedaan-perbedaan ini memunculkan bermacam-macam masyarakat jelata; beberapa di antara masyarakat-masyarakat jelata ini tunduk di bawah kekuasaan tuan-tuan tanah bangsawan, sementara masyarakat-masyarakat jelata lainnya justru sangat mandiri.[71] Cara menempati tanah juga berbeda-beda. Beberapa rakyat jelata menempati permukiman-permukiman dengan jumlah warga mencapai 700 jiwa, sementara yang lain hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas beberapa keluarga; selain itu masih ada lagi yang hidup sendiri-sendiri di lahan garapan masing-masing di pinggiran desa-desa. Ada pula daerah-daerah yang memiliki pola campuran antara dua atau lebih dari tatanan-tatanan tersebut.[72] Tidak seperti pada penghujung zaman Romawi, tidak ada perbedaan yang tajam antara status hukum dari rakyat jelata yang merdeka dan kaum bangsawan, malah sebuah keluarga rakyat jelata yang merdeka mungkin saja naik status menjadi bangsawan setelah melewati beberapa generasi dengan cara mengabdi sebagai prajurit pada seorang penguasa besar.[73]

Budaya dan kehidupan perkotaan Romawi benar-benar berubah pada awal Abad pertengahan. Meskipun kota-kota Italia masih tetap dihuni orang, jumlah warganya sangat menyusut. Contohnya Roma yang jumlah warganya menyusut dari ratusan ribu jiwa menjadi sekitar 30.000 jiwa pada penghujung abad ke-6. Kuil-kuil Romawi dialihgunakan menjadi gedung-gedung Gereja, dan tembok-tembok kota masih tetap difungsikan seperti sediakala.[74] Di Eropa Utara, kota-kota juga mengalami penyusutan jumlah warga, sementara monumen-monumen dan bangunan-bangunan publik lainnya di kota-kota dijarah rayah untuk dijadikan bahan bangunan. Berdirinya kerajaan-kerajaan baru sering kali menyebabkan kota-kota yang dijadikan ibu kota mengalami sedikit banyak kemajuan.[75] Meskipun sudah sejak lama membentuk paguyuban-paguyuban di banyak kota Romawi, orang-orang Yahudi selama beberapa waktu menderita aniaya setelah Kekaisaran Romawi beralih keyakinan ke agama Kristen. Keberadaan orang-orang Yahudi secara resmi ditoleransi, jika bersedia didakwahi agama Kristen, bahkan adakalanya mereka dianjurkan untuk pindah dan menetap di daerah-daerah baru.[76]

Perluasan wilayah di bawah pimpinan Muhammad, 622–632

Perluasan wilayah pada zaman Khilafah Rasyidin, 632–661

Perluasan wilayah pada zaman Khilafah Bani Umayyah, 661–750

Agama dan kepercayaan di Kekaisaran Romawi Timur dan Persia senantiasa berubah-ubah pada penghujung abad ke-6 dan permulaan abad ke-7. Agama Yahudi adalah agama yang gencar menarik pemeluk baru, dan sekurang-kurangnya ada satu pemimpin politik Arab yang menjadi pemeluknya.[I] Agama Kristen aktif bersaing dengan agama Majusi dari Persia dalam menarik pemeluk baru, khususnya di kalangan penduduk Jazirah Arab. Semua perkembangan ini dihubungkan menjadi satu oleh kemunculan agama Islam di Arab pada masa hidup Muhammad (wafat 632).[78] Sesudah Muhammad wafat, bala tentara Muslim maju menaklukkan banyak tempat di wilayah Kekaisaran Romawi Timur dan Persia. Setelah mula-mula menaklukkan Negeri Syam pada 634–635, kaum Muslim kemudian menaklukkan Mesir pada 640–641, Persia antara 637–642, Afrika Utara pada abad ke-7, dan Jazirah Iberia pada 711.[79] Pada 714, bala tentara Muslim menguasai sebagian besar daratan Jazirah Iberia yang mereka namakan Al-Andalus.[80]

Aksi-aksi penaklukan kaum Muslim mencapai puncaknya pada pertengahan abad ke-8. Kekalahan bala tentara Muslim dalam Pertempuran Tours pada 732 memberi peluang kepada orang Franka untuk merebut kembali kawasan selatan Prancis, tetapi kendala utama yang membendung gerak langkah Islam di Eropa adalah tumbangnya Khilafah Bani Umayyah dan berkuasanya Khilafah Bani Abbas. Bani Abbas memindahkan pusat pemerintahan ke Bagdad dan lebih banyak mencurahkan perhatian ke kawasan Timur Tengah daripada ke Eropa, manakala kehilangan kedaulatan atas sejumlah daerah kekuasaan muslim. Keturunan Bani Umayah mengambil alih Jazirah Iberia, kaum Aglabi mendaulat Afrika Utara, dan kaum Tuluni mengangkangi Mesir.[81] Pada pertengahan abad ke-8, muncul tatanan niaga baru di Laut Tengah; hubungan niaga antara orang Franka dan orang Arab menggantikan tatanan perekonomian Romawi yang lama. Orang Franka menawarkan kayu, kulit bulu binatang, pedang, dan budak belian sebagai ganti sutra dan bahan-bahan sandang lainnya, rempah-rempah, serta logam-logam mulia dari orang Arab.[82]

Puncak Abad Pertengahan

Puncak Abad Pertengahan bermula sesudah tahun 1000 Masehi, yaitu ditandai dengan populasi Eropa yang meningkat pesat berkat munculnya inovasi-inovasi di bidang teknologi dan pertanian, yang memungkinkan berkembangnya perniagaan. Lonjakan populasi Eropa juga disebabkan oleh perubahan iklim selama periode Suhu Hangat Abad Pertengahan yang memungkinkan peningkatan hasil panen.

Ilustrasi naskah Prancis dari Abad Pertengahan yang menampilkan ketiga golongan masyarakat Abad Pertengahan: golongan yang berdoa (rohaniwan), golongan yang bertarung (kesatria), dan golongan yang bekerja (petani). Hubungan di antara ketiga golongan ini diatur menurut tatanan feodalisme dan manorialisme (Li Livres dou Sante, abad ke-13).

Ada dua tatanan kemasyarakatan yang diterapkan pada Puncak Abad Pertengahan, yakni manorialisme dan feodalisme. Manorialisme adalah penertiban rakyat jelata menjadi pemukim di desa-desa, dengan kewajiban membayar sewa lahan dan bekerja bakti bagi kaum ningrat; sementara feodalisme adalah struktur politik yang mewajibkan para kesatria dan kaum ningrat kelas bawah untuk maju berperang membela junjungan mereka sebagai ganti anugerah hak sewa atas lahan dan tanah perdikan (bahasa Inggris: manor).

Perang Salib yang mula-mula diserukan pada 1095 adalah upaya militer umat Kristen Eropa Barat untuk merebut kembali kekuasaan atas Tanah Suci dari umat Islam. Raja-raja menjadi kepala dari negara-negara bangsa yang tersentralisasi. Sistem kepemimpinan semacam ini mengurangi angka kejahatan dan kekerasan, tetapi membuat cita-cita untuk menciptakan suatu Dunia Kristen yang bersatu semakin sukar diwujudkan.

Kehidupan intelektual ditandai oleh skolastisisme, filsafat yang mengutamakan keselarasan antara iman dan akal budi, dan ditandai pula oleh pendirian universitas-universitas. Teologi Thomas Aquinas, lukisan-lukisan Giotto, puisi-puisi Dante dan Chaucer, perjalanan-perjalanan Marco Polo, dan katedral-katedral berlanggam Gothik semisal Katedral Chartres, adalah segelintir dari capaian-capaian menakjubkan pada penghujung kurun waktu Puncak Abad Pertengahan dan permulaan kurun waktu Akhir Abad Pertengahan.

Masyarakat dan perekonomian

Puncak Abad Pertengahan adalah kurun waktu terjadinya lonjakan populasi secara besar-besaran. Populasi Eropa diperkirakan melonjak dari 35 juta jiwa menjadi 80 juta jiwa antara tahun 1000 dan 1347. Meskipun penyebabnya belum diketahui secara pasti, diduga lonjakan populasi ini disebabkan oleh semakin baiknya tata cara bercocok tanam, berkurangnya perbudakan, iklim yang lebih baik, maupun ketiadaan invasi.[156][157] Sebanyak-banyaknya 90% populasi Eropa masih terdiri atas kaum tani yang bermukim di desa-desa. Banyak di antaranya tidak lagi mendiami lahan-lahan terpencil, tetapi sudah hidup bersama-sama dalam komunitas-komunitas kecil yang disebut desa atau tanah lungguh.[157] Kaum tani sering kali menjadi kawula kaum ningrat pemilik tanah lungguh (bahasa Inggris: manor), dan membayar sewa lahan atau memberikan berbagai macam bentuk pelayanan kepada majikan-majikan ningrat mereka. Tatanan semacam ini disebut manorialisme. Meskipun demikian, masih ada segelintir petani merdeka (bukan kawula tuan tanah) pada kurun waktu ini maupun sesudahnya.[158] Petani-petani merdeka semacam ini lebih banyak terdapat di kawasan selatan daripada di kawasan utara Eropa. Praktik babad atau meneroka lahan baru untuk digarap dengan cara menawarkan insentif kepada petani yang bersedia menempatinya, juga turut berdampak pada lonjakan populasi.[159]

Sistem pertanian lahan terbuka lumrah dipraktikkan di hampir seluruh Eropa, teristimewa di "kawasan barat laut dan kawasan tengah Eropa."[160] Komunitas-komunitas tani lahan terbuka memiliki tiga ciri utama, yakni lahan-lahan garapan perseorangan dalam bentuk petak-petak lahan yang tersebar di berbagai pelosok tanah lungguh, rotasi jenis tanaman dari tahun ke tahun untuk menjaga kesuburan tanah, dan lahan bersama yang dimanfaatkan sebagai tempat melepas ternak atau untuk keperluan lain.[161]

Golongan-golongan lain dalam masyarakat adalah kaum ningrat, rohaniwan, dan warga kota. Kaum ningrat, baik bangsawan penyandang gelar maupun kesatria berkuda biasa, menafkahi dirinya dari hasil pemanfaatan tanah lungguh dan pengaryaan rakyat tani, meskipun mereka tidak memiliki lahan sendiri dan hanya dianugerahi hak untuk menikmati hasil pemanfaatan tanah lungguh atau tanah-tanah lain oleh bangsawan majikan mereka. Tatanan semacam ini disebut feodalisme. Pada abad ke-11 dan ke-12, tanah-tanah atau feodum ini mulai dianggap sebagai tanah pusaka keluarga, dan di banyak tempat sudah tidak ada lagi kebiasaan membagi-bagikan tanah kepada seluruh ahli waris sebagaimana yang terjadi pada kurun waktu Awal Abad Pertengahan. Kebanyakan feodum dan tanah justru diwariskan seluruhnya kepada putra tertua pewaris.[162][Q] Keistimewaan-keistimewaan kaum ningrat adalah menguasai tanah, menunaikan kewajiban bela negara dengan menjadi prajurit aswasada berperlengkapan berat, menguasai puri, dan dikecualikan dari kewajiban membayar pajak atau kewajiban-kewajiban lain.[R] Puri-puri, yang mula-mula terbuat dari kayu tetapi kemudian hari dibangun dari batu, mulai didirikan pada abad ke-9 dan ke-10 sebagai ikhtiar menghadapi suasana kalut ketika itu, sebagai tempat berlindung dari invasi, dan sebagai tempat para bangsawan mempertahankan diri dari saingan-saingan mereka. Penguasaan puri memungkinkan para bangsawan untuk menentang raja-raja atau bangsawan-bangsawan majikan mereka.[164] Kaum ningrat digolong-golongkan ke dalam beberapa tingkatan; raja-raja dan bangsawan-bangsawan dari golongan tertinggi berkuasa atas sejumlah besar rakyat jelata, memiliki berbidang-bidang tanah yang luas, dan membawahi bangsawan-bangsawan lain. Di bawah raja-raja dan bangsawan-bangsawan golongan tertinggi ini terdapat bangsawan-bangsawan dari golongan rendah yang berkuasa atas rayat jelata dalam jumlah yang lebih sedikit, dan memiliki bidang-bidang tanah dengan luas yang lebih terbatas. Golongan kesatria berkuda adalah golongan ningrat yang paling bawah; mereka diberi kekuasaan atas bidang-bidang tanah tertentu tetapi bukan sebagai pemiliknya, dan harus pula mengabdi kepada bangsawan-bangsawan lain.[165][S]

Kaum rohaniwan dibedakan menjadi dua macam rohaniwan, yakni rohaniwan sekuler yang hidup di tengah-tengah masyarakat, serta rohaniwan reguler yang hidup menurut regula (tata tertib agamawi) dan lazimnya berstatus biarawan.[167] Sepanjang kurun waktu ini, para biarawan merupakan golongan terkecil dalam masyarakat, biasanya di bawah 1% dari keseluruhan populasi.[168] Sebagian besar rohaniwan reguler berasal dari kalangan ningrat, yakni kalangan yang juga menjadi lahan perekrutan rohaniwan sekuler berpangkat tinggi. Para imam paroki setempat sering kali berasal dari kalangan rakyat tani.[169] Warga kota menempati posisi yang kurang lazim karena mereka tidak termasuk dalam tiga golongan masyarakat tradisional, yakni kaum ningrat, kaum rohaniwan, dan kaum tani. Pada abad ke-12 dan ke-13, jumlah kalangan ini semakin meningkat seiring membesarnya kota-kota lama dan terbentuknya pusat-pusat populasi yang baru.[170] Meskipun demikian, jumlah warga kota sepanjang Abad Pertengahan mungkin tak pernah melampaui 10% dari keseluruhan populasi.[171]

Orang Yahudi juga menyebar ke seluruh Eropa pada Puncak Abad Pertengahan. Paguyuban-paguyuban umat Yahudi dibentuk di Jerman dan Inggris pada abad ke-11 dan ke-12, tetapi umat Yahudi Spanyol, yang sudah lama menetap di Spanyol semenjak masa pemerintahan kaum Muslim, semakin lama semakin ditekan agar beralih keyakinan menjadi pemeluk agama Kristen setelah Spanyol diperintah oleh penguasa Kristen.[76] Sebagian besar orang Yahudi terpaksa bermukim di kota-kota, karena mereka tidak dibenarkan memiliki lahan maupun menjadi petani.[172][T] Selain orang Yahudi, ada pula masyarakat-masyarakat non-Kristen lain di kawasan pinggiran Eropa, yakni suku bangsa Slav pagan di kawasan timur Eropa, dan kaum Muslim di kawasan selatan Eropa.[173]

Kaum perempuan pada Abad Pertengahan secara resmi diwajibkan tunduk pada perwalian kaum lelaki, entah ayah, suami, atau kerabat lelaki mereka yang lain. Para janda, yang sering kali diberi lebih banyak keleluasaan untuk mengatur hidupnya sendiri, tetap saja dibatasi secara hukum. Pekerjaan kaum perempuan pada umumnya adalah mengurus rumah tangga atau mengerjakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan rumah tangga. Perempuan-perempuan kaum tani biasanya bertanggung jawab merawat rumah, mengasuh anak, serta berkebun dan beternak di sekitar rumah. Mereka dapat pula mencari penghasilan tambahan bagi rumah tangganya dengan memintal benang atau menggodok bir di rumah. Pada masa panen, mereka juga diharapkan turut bekerja di ladang.[174] Perempuan-perempuan warga kota, sebagaimana perempuan-perempuan kaum tani, bertanggung jawab merawat rumah, dan juga menggeluti dunia usaha. Jenis-jenis usaha yang terbuka bagi kaum perempuan berbeda-beda dari negeri ke negeri dan dari masa ke masa.[175] Perempuan-perempuan ningrat bertanggung jawab mengelola rumah tangga, dan adakalanya juga diharapkan mengelola tanah lungguh bilamana tidak ada kerabat laki-laki, tetapi biasanya tidak dibenarkan ikut campur dalam urusan ketentaraan dan pemerintahan. Satu-satunya peran yang terbuka bagi kaum perempuan di lingkungan Gereja adalah menjadi biarawati, karena mereka tidak mungkin menjadi imam.[174]

Di kawasan tengah dan utara Italia juga di Flandria, pertumbuhan kota-kota sampai ke taraf swatantra merangsang pertumbuhan ekonomi dan menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan terbentuknya perhimpunan-perhimpunan usaha jenis baru. Kota-kota niaga di pesisir Laut Baltik membentuk persekutuan yang dikenal dengan sebutan Liga Hansa, dan republik-republik bahari di Italia seperti Venesia, Genova, dan Pisa melebarkan jaringan usaha mereka ke seluruh kawasan Laut Tengah.[U] Pekan-pekan raya dunia usaha diselenggarakan dan berkembang pesat di kawasan utara Prancis kala itu, sehingga memungkinkan saudagar-saudagar Italia dan Jerman maupun saudagar-saudagar setempat untuk menjalin hubungan usaha.[177] Pada penghujung abad ke-13, jalur-jalur darat maupun laut yang baru menuju Timur Jauh mulai dirintis, sebagaimana yang dijabarkan dalam Kisah Perjalanan Marco Polo, karya tulis seorang usahawan yang bernama Marco Polo (wafat 1324).[178] Selain terbukanya peluang-peluang usaha yang baru, perbaikan tata cara bercocok tanam dan teknologi memungkinkan peningkatan hasil panen, sehingga membuka peluang bagi perluasan jaringan perniagaan.[179] Maraknya perniagaan memunculkan metode-metode baru dalam mengelola uang, dan uang-uang emas kembali dicetak di Eropa, mula-mula di Italia, dan kemudian juga di Prancis serta negara-negara lain. Muncul bentuk-bentuk perjanjian dagang baru yang memungkinkan risiko kerugian ditanggung bersama-sama oleh semua saudagar yang terlibat. Metode-metode akuntansi semakin membaik, sebagian berkat penerapan pembukuan berpasangan; muncul pula surat-surat kredit yang memudahkan perpindahan uang.[180]

Perkembangan teknologi dan militer

Salah satu perkembangan besar di bidang militer pada Akhir Abad Pertengahan adalah meningkatnya pengerahan pasukan pejalan kaki dan pasukan aswasada berperlengkapan ringan.[312] Orang-orang Inggris juga mengerahkan pasukan pemanah bersenjata busur panjang, tetapi negeri-negeri lain tidak mampu membentuk pasukan serupa dengan tingkat keberhasilan yang sama.[313] Baju zirah terus-menerus dikembangkan, dipacu oleh peningkatan daya hujam anak panah yang dilesatkan dengan busur silang, sehingga akhirnya menghasilkan zirah lempeng yang berguna melindungi para prajurit dari tembakan busur silang maupun senjata api genggam yang kala itu sudah diciptakan.[314] Senjata-senjata galah kembali menjadi senjata andalan dengan dibentuknya pasukan-pasukan pejalan kaki Flandria dan Swiss yang dipersenjatai dengan tembiang dan tombak-tombak bergagang panjang lainnya.[315]

Di bidang tani-ternak, meningkatnya budi daya domba berbulu panjang memungkinkan dihasilkannya pintalan benang wol yang lebih alot. Selain itu, penggunaan rahat sebagai pengganti luli dan gelendong untuk mengantih membuat hasil pintalan benang wol meningkat hingga tiga kali lipat.[316][AH] Salah satu wujud penyempurnaan ciptaan manusia yang kurang berkaitan dengan teknologi tetapi besar dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari adalah penggunaan kancing untuk merapatkan pakaian. Dengan menggunakan kancing, orang tidak perlu lagi merapatkan pakaian pada tubuh si pemakai dengan cara mengencangkan tali yang diloloskan melalui lubang-lubang tali atau kaitan yang terpasang pada pakaian (serupa dengan cara mengencangkan dan mengikat tali sepatu).[318] Kincir angin disempurnakan menjadi kincir menara. Bagian puncak dari kincir menara ini dapat diputar, sehingga kitiran yang terpasang pada bagian puncak itu dapat diatur menghadap hembusan angin dari arah manapun datangnya.[319] Penggunaan tanur embus, yang muncul sekitar tahun 1350 di Swedia, meningkatkan jumlah dan mutu besi yang dihasilkan dari kegiatan peleburan bijih besi.[320] Hukum paten pertama kali diundangkan pada 1447 di Venesia untuk melindungi hak-hak para pereka cipta atas barang-barang ciptaan mereka.[321]