Agama Tertua Di Dunia Adalah

Agama Tertua Di Dunia Adalah

Temuan Animasi Kuno di Indonesia

Di Indonesia, sekitar 12.000 tahun sebelumnya, orang-orang di pulau Sulawesi melukis pemandangan panorama yang membentang di dinding batu kapur. Pemandangan itu menggambarkan makhluk gaib yang sedang berkelahi dengan kerbau.

Contoh gambar-gambar di dalam gua ini biasanya memiliki bagian tubuh yang terpisah. Anggapannya, tokoh dalam gambar itu bergerak dengan menggerakan tubuhnya satu persatu.

Apakah benar hal ini merupakan animasi pertama atau tidak, karya-karya ini disebut menceritakan sebuah cerita. Animasi atau tidak, manusia sekarang masih bisa mengagumi lukisan gua kuno yang mengangkut penonton ke dunia lain jauh sebelum zaman kita.

Nationalgeographic.co.id—Seorang arkeolog yang mengikuti firasat telah menemukan tato figural tertua di dunia pada tubuh dua mumi berusia 5.000 tahun dari Mesir. Dua mumi tersebut ialah Gebelein Man A dan Gebelein Woman.

Gambar yang didapatkan dari penggunaan inframerah ini mengungkapkan tato banteng liar (Bos primigenius) dan domba barbary (Ammotragus lervia) di lengan atas mumi yang dijuluki Gebelein Man A.

Sementara mumi lainnya, seorang perempuan yang dikenal sebagai Gebelein Woman, memiliki tato berbentuk S dan linier di lengan atas dan bahunya. Para arkeolog menyimpulkan bahwa inilah penemuan mumi perempuan tato tertua yang pernah ditemukan.

“Meskipun kita cenderung berpikir bahwa prasejarah (waktu sebelum mengenal menulis) adalah primitif dan agak sederhana, jelas ini adalah waktu yang canggih dan orang-orangnya pasti terlihat luar biasa,” ujar Renée Friedman,  peneliti utama studi sekaligus direktur Ekspedisi Hierakonpolis, yang dipimpin oleh Universitas Oxfords Ashmolean Museum, di Inggris.

Firasat Friedman muncul setelah dia dan rekannya menemukan kuburan Nubia di Hierapolis di Mesir Hulu yang berasal dari Kerajaan Tengah awal, atau sekitar 2000 SM.

Para arkeolog menemukan bahwa 3 wanita kuno yang dimakamkan di kuburan memiliki tato yang luas, terutama di perut mereka. Tato satu wanita terlihat dengan mata telanjang, dan tato 2 lainnya terungkap dengan fotografi inframerah.

“Ini adalah wahyu karena kami benar-benar tidak dapat melihat tato pada dua wanita lain ini tanpa kamera (inframerah),” kata Friedman.

"Ini memberi saya gagasan bahwa lebih banyak tato mungkin tidak terdeteksi dan tradisinya mungkin lebih jauh ke belakang daripada Kerajaan Tengah," sambungnya.

Baca Juga: Arkeolog Menemukan Mumi Putri Bertato Berusia 2.500 Tahun di Siberia

Tato dengan motif huruf S pada lengan dan bahu mumi wanita (Gebelein Women), diyakini tato itu memiliki tujuan mistis atau religius.

Pada saat itu, Friedman adalah seorang kurator penelitian dalam koleksi pradinasti di British Museum. Jadi, dia memutuskan untuk mencoba kameranya pada mumi Predinastik yang terpelihara dengan baik di sana, yang memiliki pelestarian kulit yang baik dan tidak tersembunyi dalam pembungkus mumi.

Friedman menganalisis 7 mumi dan menemukan tato pada dua di antaranya adalah mumi alami Gebelein Man A dan Gebelein Woman, yang berasal dari sekitar 3351 SM hingga 3017 SM.

“Penemuan ini mendorong mundurnya tato di Afrika selama lebih dari 1.000 tahun,” kata Friedman.

Baca Juga: Mumi Belalang Terawetkan dalam Lukisan Olive Trees Karya Van Gogh

Mumi Gebelein Man A dan Gebelein Woman tersebut berasal dari periode pradinasti Mesir sebelum negara itu disatukan di bawah firaun pertama sekitar 3100 SM. Arkeolog menggali Gebelein Man A sekitar 100 tahun yang lalu, dan dia telah dipajang hampir terus menerus sejak itu.

Berdasarkan pemindaian computed tomography (CT) oleh peneliti sebelumnya, ketika Gebelein Man A masih muda, antara 18 dan 21 tahun, dia meninggal karena luka tusuk di punggungnya.

Analisis baru gambar inframerah menunjukkan bahwa noda hitam di lengannya sebenarnya adalah tato dua hewan bertanduk yang tumpang tindih. Kemungkinan banteng liar dengan tanduk rumit dan ekor panjang, dan domba barbary dengan tanduk melengkung dan bahu berpunuk.

Tato juga tidak dangkal, siapa yang pernah membuatnya menerapkan pigmen berbasis karbon (kemungkinan jelaga) ke lapisan dermis kulit yang dalam.

“Tidak jelas apa arti tato ini, tapi mungkin itu simbol kekuatan atau bahkan tanda perburuan yang sukses,” kata Friedman.

Baca Juga: Rosalia Lombardo, Mumi Anak-anak Korban Virus Flu Spanyol 1920

Gebelein Man, yang memiliki tato figuratif tertua di dunia.

Sebaliknya, tato Gebelein Woman tidak menunjukkan binatang, melainkan serangkaian 4 bentuk S kecil yang berjalan di bahu kanannya. Di bawah tanda-tanda ini ada motif linier yang mirip dengan benda-benda seremonial yang dipegang oleh tokoh-tokoh yang dilukis di atas keramik dari periode itu.

Mungkin baris ini mewakili tongkat bengkok, simbol kekuasaan dan status, atau tongkat pelempar atau tongkat yang digunakan dalam tarian ritual. Para peneliti menyebut akan mudah untuk melihat tato wanita itu ketika dia masih hidup, dan mereka mungkin telah menyampaikan status, keberanian, atau mungkin pengetahuan magisnya.

Kedua mumi itu kira-kira sezaman dengan Ötzi yang berusia 5.300 tahun, mumi Iceman yang ditemukan di Pegunungan Alpen Italia pada tahun 1991. Ötzi memiliki 61 tato geometris di tubuhnya.

Beberapa analis telah berhipotesis bahwa tato Ötzi memiliki tujuan pengobatan, karena ditempatkan pada titik akupunktur yang diketahui. Namun, “Tidak seperti Ötzi, tidak ada indikasi bahwa (tato Mesir) memiliki alasan medis,” kata Friedman.

Baca Juga: Misteri Mumi Mesir Berusia 4.000 Tahun Terpecahkan Berkat Bantuan FBI

Para peneliti juga menemukan perangkat kuno yang berasal dari periode yang sama dengan Gebelein Man A dan Gebelein Woman.

Friedman memaparkan bahwa peralatan itu ditemukan di kuburan Predinastik, dimakamkan dengan seorang wanita yang lebih tua antara usia 40 dan 50 tahun.

Alat itu termasuk palet berbentuk burung yang kemungkinan digunakan untuk menggiling bijih kosmetik, seperti oker, dengan kerikil bulat, yang semuanya ditemukan dalam keranjang, tulis Friedman dalam Ancient Ink: The Archeology of Tattooing. Keranjang itu juga berisi penusuk tulang, yang bisa digunakan untuk tato.

"Kehadiran penusuk seperti itu sebagai bagian dari kit termasuk pigmen, resin, jimat, dan dupa di kuburan wanita yang lebih tua di Hierakonpolis menunjukkan bahwa tato ada di tangan spesialis dan disertai berbagai ritual dan upacara," tulis para peneliti di studi baru.

Antara Gajah, Hutan, dan Kehidupan yang Perlu Diselamatkan

Christ Pantocrator (Sumber: aleteia.org)

Temuan yang mengada-ada?

Arkeolog dari Jawa Barat Dr Lutfi Yondri tak sependapat dengan hasil penelitian Danny Hilman.

Beberapa literatur menunjukkan Gunung Padang yang terletak di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, sebetulnya sudah diteliti dan ada dalam catatan yang dibuat oleh Verbeek pada tahun 1981 dan Krom pada 1914.

Deskripsi awal dari dua catatan itu menggambarkan Gunung Padang sebagai kuburan kuno di atas gundukan tanah.

Tetapi jejak kuburan itu tak ditemukan ketika dirinya melakukan penelitian yang dimuat dalam disertasi tahun 2016 silam.

Sumber gambar, Fairfax/Getty Images

Yondri menilai temuan bahwa Gunung Padang adalah piramida yang terkubur mengada-ada atau kesimpulan yang menduga-duga tanpa data yang sahih.

"Pertanyaannya kalau piramida dikubur dalam Gunung Padang apakah pernah ada di Nusantara orang mengubur piramida di dalam gunung?" ungkap Dr Lutfi Yondri kepada BBC News Indonesia.

"Kapan terjadinya orang mengubur piramida di dalam gunung?"

"Berapa banyak material yang dibutuhkan untuk menimbun gunung? Itu bisa dijawab tidak?"

Dia pun mempertanyakan sampel yang digunakan untuk penelitian tersebut.

Di dunia arkeologi, kata dia, "sampel budaya" harus memiliki beberapa syarat: harus berada di satu matrik atau struktur yang sama, harus satu keletakan, satu asosiasi atau kumpulan, dan harus punya konteks.

Kemudian merujuk pada hasil penelitian yang telah dilakukan para ahli.

Untuk konteks, dia menilai Indonesia tidak mempunyai kaitan budaya membuat piramida.

"Pernahkah Indonesia punya budaya piramida? Jangan diada-adain, yang ada di Nusantara punya punden berundak," tegasnya.

Punden berundak adalah susunan batu berbentuk meja yang digunakan untuk upacara pemujaan kepada leluhur.

Dan punden berundak Gunung Padang difungsikan untuk ritual tersebut, sambungnya.

"Jadi semua sampel itu harus diverifikasi, tidak bisa hanya prediksi atau persepsi. Persepsi pun harus didasarkan pada data-data sinkronik dan diakronik serta melihat lagi dalam lintasan budayanya."

Gunung Padang, sebuah bangunan megalitik kolosal yang terletak di lanskap subur Jawa Barat, Indonesia, mungkin merupakan piramida tertua di dunia. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa situs kuno ini mungkin lebih tua dari .Göbekli di Türkiye. Tepe Mesir dan bahkan lebih tua dari keajaiban batu piramida terkenal

Sebuah tim arkeolog, ahli geofisika, ahli geologi, dan ahli paleontologi yang berafiliasi dengan berbagai institusi di Indonesia telah menemukan bukti yang menunjukkan bahwa Gunung Padang adalah piramida tertua di dunia. Sebagaimana dikutif dari arkeonews.net (21/11/2023)

Kelompok ini menjelaskan studi multi-tahun mereka terhadap situs warisan budaya tersebut dalam artikel mereka yang diterbitkan di jurnal arkeologi interdisipliner Archaeological Prospection pada bulan Oktober.

Gunung Padang, juga dikenal sebagai “gunung pencerahan”, terletak di puncak gunung berapi yang sudah punah dan dianggap sebagai situs suci oleh penduduk setempat. Pada tahun 1998, Gunung Padang ditetapkan sebagai situs warisan budaya nasional.

Dipimpin oleh ahli geologi Danny Hilman Natawidjaja dan timnya di Badan Riset dan Inovasi Nasional, penelitian baru ini menunjukkan bahwa Gunung Padang berasal dari Zaman Es terakhir, sekitar 25.000 hingga 14.000 tahun yang lalu.

t kemungkinan besar “berasal dari bukit lava alami sebelum dipahat dan kemudian diselimuti secara arsitektural”, menurut tim tersebut. Hal ini membuat Gunung Padang setidaknya berusia 16.000 tahun.Gunung Padang terletak di puncak gunung berapi yang sudah punah dan dianggap sebagai situs suci oleh penduduk setempat

Lebih khusus lagi, para peneliti menemukan bukti dari beberapa upaya yang, jika digabungkan dari waktu ke waktu, akan menghasilkan struktur yang lengkap. Yang pertama adalah pahatan lava, di mana para pembangun mengukir bentuk-bentuk di puncak gunung berapi kecil yang mati. Kelompok lain menambahkan lapisan batu bata dan kolom batu beberapa ribu tahun kemudian, antara tahun 7900 dan 6100 SM. Kelompok lain kemudian menambahkan lapisan tanah pada bagian bukit, menutupi sebagian pekerjaan sebelumnya. Kemudian, antara tahun 2000 dan 1100 SM, kelompok lain menambahkan tambahan tanah lapisan atas, terasering batu, dan elemen lainnya.

Studi ini menantang keyakinan konvensional dengan menyoroti kemampuan batu canggih yang ditunjukkan oleh para pembangun Gunung Padang. Bertentangan dengan ekspektasi yang didasarkan pada budaya pemburu-pengumpul tradisional, penelitian ini mengungkapkan adanya praktik konstruksi maju selama periode glasial terakhir.

(a) Pemandangan Gunung Padang dari udara diambil dari helikopter. (b) Topografi dan peta lokasi dihasilkan dari survei geodesi terperinci. (c) Peta Geologi wilayah Gunung Padang (Sudjatmiko, 1972). (d) Peta ortofoto yang diperoleh dari survei drone yang dilakukan pada tahun 2014, menunjukkan lokasi lokasi penggalian parit (persegi panjang putih) dan lokasi pengeboran inti (titik merah). T1, Teras 1; T2, Teras 2; T3, Teras 3; T4, Teras 4; T5, Teras 5. Kredit: Prospeksi Arkeologi (2023). DOI: 10.1002/arp.1912

Tim peneliti melakukan studi ilmiah jangka panjang terhadap struktur studi baru ini. Mereka mempelajari struktur tersebut menggunakan tomografi seismik, tomografi resistivitas listrik, dan radar penembus tanah dari tahun 2011 hingga 2015. Mereka juga mengebor ke dalam bukit dan mengumpulkan sampel inti, yang memungkinkan mereka menggunakan teknik penanggalan radiokarbon untuk menentukan usia lapisan bukit tersebut. .

Tim peneliti juga menemukan beberapa bukti yang menunjukkan mungkin ada beberapa bagian berlubang di dalam struktur, yang menunjukkan kemungkinan adanya ruang tersembunyi. Mereka berencana menelusurinya dan kemudian menurunkan kamera untuk melihat apa yang mungkin ada di area tersebut.

“Gunung Padang berdiri sebagai sebuah bukti yang luar biasa, berpotensi menjadi piramida tertua di dunia,” kata para peneliti dalam makalah tersebut.

Warta Kaltim @2024-Jul

JAKARTA – Bagi masyarakat Suku Mentawai, Sumatra Barat, tato adalah pakaian abadi dalam mengarungi kehidupan dan menghadapi kematian. Rajahan yang ada di tubuh mereka, melambangkan sebuah filosofi dan strata sosial kehidupan si pemilik tato.

Misalnya, mereka yang sehari-hari bekerja dan memiliki keahlian sebagai pemburu, maka gambar tato yang akan dibuat akan berhubungan dengan perburuan. Biasanya gambar yang dibuat adalah hewan buruan seperti babi, atau busur panah yang mereka gunakan.

Lalu, jika orang tersebut sehari-hari bekerja sebagai nelayan, maka desain tato yang dibuat adalah mata suba, mata jaring hingga mata kail. Satu hal yang pasti, apapun latar belakangnya, tato yang tergambar di badannya harus melambangkan keseimbangan antara alam dan penghuninya.

Dalam kepercayaan suku Mentawai, tato memiliki tiga fungsi yang sudah ada sejak zaman nenek moyang. Pertama, sebagai identitas diri sebagai warga keturunan suku Mentawai. Kedua, sebagai penanda status sosial dan profesi yang mereka jalani.

Ketiga, tato ini dibuat sebagai hiasan tubuh atau keindahan semata. Bagi mereka yang menggunakan makna ini, tato akan dibuat dengan desain yang lebih baik dan kualitas gambar yang benar-benar diperhatikan.

Tiga fungsi itu akan menemukan satu tujuan, yaitu masing-masing dari mereka bisa saling membaca jati diri lawan bicarannya. Hal baiknya, mereka bisa saling menghargai perbedaan dan status sosial yang ada di masyarakat suku Mentawai.

Perlu diketahui, tato milik suku Mentawai adalah seni tato tertua di dunia. Sejarah mencatat tato Mentawai sudah ada sejak tahun 1.300 sebelum Masehi atau 200 tahun lebih dahulu daripada tato Mesir yang ditemukan pada 1.500 sebelum Masehi.

TradisiPembuatan tato bagi suku Mentawai sendiri juga tidak bisa dilakukan dengan sembarangan. Suku Mentawai yang masih memegang teguh kepercayaan nenek moyang yakni Arat Sabulungan, menginstruksikan bahwa pembuatan tato harus melewati beberapa ritual tertentu.

Sabulungan sendiri memiliki makna sa (sekumpulan) dan bulung (daun). Artinya sekumpulan daun itu (tato) dirangkai dalam lingkaran yang terbuat dari pucuk enau atau rumbia yang diyakini memiliki tenaga gaib.

Arat Sabulungan mengatur bahwa bagi mereka yang berkelamin laki-laki dan sudah memasuki usia 11 tahun, orang tuanya harus segera memanggil sikerei dan rimata atau kepala suku. Mereka akan berunding dalam menentukan hari dimana anak mereka bisa melaksanakan penatoan sebagai simbol menjadi keturunan suku Mentawai.

Setelah tanggal disepakati, proses selanjutnya adalah menghubungi Sipatiti atau seniman tato suku Mentawai. Untuk memakai jasa sipatiti, si pemilik hajat harus membayarnya dengan seekor babi dan bukan menggunakan uang.

Proses selanjutnya ialah dilakukannya upacara punen Enegat yang dipimpin Sikerei di puturukat atau di galeri tato milik Sipatiti. Kemudian penatoan awal atau yang biasa disebut dengan Janji Gagak Borneo akan dilakukan pada pangkal lengan.

Setelah usianya beranjak dewasa, penatoan akan dilanjutkan menggunakan pola darukat di dada, titi teytey di pinggang dan punggung, titi rere pada paha dan kaki, titi puso di atas perut, dan titi tatep di dada.

Untuk alat-alat yang digunakan untuk menato mengandalkan barang dari alam yang mudah didapat. Alat perajah yang digunakan adalah lilipat patitik yang berbentuk dua kayu. Satu ujungnya adalah jarum, sementara ujung lainnya adalah pemahat.

Jarumnya sendiri terbuat dari kayu karai atau tulang binatang yang diruncingkan. Dahulu kala untuk mendesain tato menggunakan lidi yang digoreskan ke kulit seseorang yang akan ditato. Akan tetapi seiring berkembangnya zaman desain itu dipola menggunakan spidol agar mengurangi rasa sakit.

Sementara untuk memberikan pewarnaan, suku Mentawai menggunakan olahan jelaga atau butiran arang yang biasanya menempel pada tungku masak di dapur. Juga bisa menggunakan daun pisang untuk memberikan warna hijau.

- Pada hari kedua di Mentawai, saya dan Anti berkesempatan berkunjung ke rumah seorang dari Suku Mentawai. Sebelumnya, kami sudah pernah membaca dan mendengar cerita mengenai Suku Mentawai dan kebudayaannya yang terpelihara. Kali ini, kami hendak berkenalan langsung dan melihat seperti apa kehidupan sehari-hari Suku Mentawai di Pulau Siberut.

Menggunakan perahu bermotor, kami menempuh perjalanan sekitar empat puluh dari Muara Siberut untuk mencapai perkampungan terdekat. Kami menuju hulu Sungai Gereget yang lebar dan berair tenang. Di kanan kiri terdapat hutan bakau dan pohon sagu yang rimbun. Sesekali kami berpapasan dengan Suku Mentawai yang sedang menaiki pompong (perahu kayu tradisional Mentawai).

Sampailah kami pada uma (rumah khas Mentawai) yang berdiri di tepi sungai. Teman Mentawai kami, Tutulu, dan keluarganya menyambut hangat sembari mengucap, "aloitta?" yang artinya "apa kabar?". Perhatian saya seketika terpusat pada tato yang menghiasi tubuh sebagian besar orang dewasa yang ada di sana, baik di tubuh lelaki maupun perempuan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di tengah obrolan, Tutulu dan kakaknya yang merupakan seorang sikerei (dukun budaya) lalu bercerita mengenai pembuatan tato khas Mentawai. Tato, mereka menyebutnya titi, adalah salah satu bagian dari ekspresi seni dan perlambang status orang dari Suku Mentawai. Dulu, tato populer di kalangan baik lelaki maupun perempuan Mentawai yang telah dewasa. Kini, hanya sebagian kecil suku Mentawai yang masih bertato. Sebagian dari mereka bisa ditemui di pedalaman Pulau Siberut.

Tato dibuat oleh seorang sipatiti (pembuat tato). Proses pembuatan tato memakan waktu yang lama, terutama pada tahap persiapannya yang bisa sampai berbulan-bulan. Ada sejumlah upacara dan pantangan (punen) yang harus dilewati oleh orang yang ingin ditato. Tak semua orang sanggup melewati tahap ini.

Sebelum sipatiti mulai membuat tato, ada ritual upacara yang dipimpin oleh sikerei (dukun budaya Mentawai). Tuan rumah lalu mengadakan pesta dengan menyembelih babi dan ayam. Daging babi dan ayam ini juga sebagai upah yang diberikan untuk sikerei. Tutulu bercerita bahwa ntuk menyelenggarakan pesta membuat tato ini saja bisa menghabiskan biaya sekitar lima juta rupiah.

Jarum yang digunakan terbuat dari tulang hewan atau kayu karai yang diruncingkan. Dengan mengetok-ngetoknya, terciptalah garis-garis yang merupakan motif utama tato suku Mentawai. Pewarna yang digunakan berasal dari arang yang menempel di kuali. Sikerei yang merupakan kakaknya Tutulu berkata bahwa biasanya pembuatan tato dimulai dari telapak tangan, tangan, kaki lalu tubuh. Selama beberapa hari, kulit yang baru ditato akan bengkak dan mengeluarkan darah. Membayangkannya saja saya ngeri.

Konon, tato Mentawai termasuk seni tato tertua di dunia, bahkan lebih tua dari tato Mesir. Sayangnya, kini hanya sebagian kecil saja suku Mentawai yang masih mempertahankannya. Hal ini akibat adanya larangan Pemerintah terhadap berkembangnya ajaran animisme di masa lalu. Tato adalah salah satu produk budaya yang kemudian perlahan menghilang. Ratusan motif tato yang pernah menghiasi penduduk asli Mentawai pun tidak sempat terdokumentasi. Bahkan Tutulu yang kami kenal pun, menghiasi tubuhnya dengan tato gambar bunga dan jangkar yang jelas bukan motif asli tato Mentawai.

Tertarik membuat tato khas Mentawai?

Pengalaman para peserta ACI lainnya dapat dilihat di

Gambar animasi ternyata sudah ada sejak zaman pra sejarah. Salah satunya terlukis di gua.

Dari Prancis hingga Indonesia dan Australia, kehidupan masa itu dilukis di dinding gua. Para pendahulu menggambar siluet yang tampak tak bergerak dalam warna tanah.

Setelah ditelisik lebih lanjut, para arkeolog menemukan bahwa gambar-gambar itu bukan sekedar gambar. Melainkan bentuk sederhana dari gambar bergerak pertama atau animasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan melihat penggambaran Yesus yang paling kuno, kita bisa mempelajari kanon artistik dari komunitas Kristen mula-mula.

Sebagaimana penjelasan berbagai teori “penampilan” Yesus, banyak hal yang kita ketahui tentang penampilan Yesus merupakan produk dari konvensi artistik. Karana Alkitab dan Kitab Perjanjian Baru tidak memberikan gambaran bagaimana rupa Kristus, para pelukis dan pembuat mosaik seringkali menggunakan kanon artistik yang ada pada waktu itu untuk membuat gambaran visual “Sang Anak Allah.” Hal ini berarti penggambaran Yesus mula-mula merupakan wawasan berharga tentang berbagai gaya ikonografi di berbagai tempat dan juga masyarakat yang membentuk jemaat Kristen perdana. Berikut ini daftar enam gambar Yesus paling kuno yang telah diketahui sejarawan.

Alexamenos graffito (Sumber: aleteia.org)

Coretan dinding ini menggambarkan seorang manusia yang melihat seorang figur berkepala keledai yang sedang disalibkan, coretan ini diukir dalam plester di sebuah dinding di Roma pada abad ke-1. Jika Anda merasa bingung dan tersinggung karena gambar ini, memang gambar ini tidak dibuat untuk menghormati Yesus tetapi sebagai ejekan. Pada abad pertama, agama Kristen bukan agama resmi di Roma, dan warga Romawi memandang orang Kristen sebagai orang yang layak dicurigai dan patut dipertanyakan. Coretan dinding ini mungkin dibuat untuk mengolok-olok “Alexamenos” yang merupakan seorang Kristen, dengan menggambarkan dirinya sedang menyembah seorang Tuhan “yang berkepala keledai.” Ukiran yang tertulis dengan gambar itu memang berbunyi: “Alexamenos sedang menyembah tuhannya.” Dan keadaan “Tuhannya Alexamenos” sedang disalibkan menjadikannya lebih buruk, karena pada masa abad pertama, penyaliban merupakan hukuman bagi mereka yang melakukan kejahatan serius.

The Good Shepherd (Sumber: aleteia.org)

Walaupun Injil tidak memberikan gambaran fisik Yesus, namun dalam Injil menawarkan banyak deskripsi figuratif tentang Yesus. Salah satu figur yang paling mencolok adalah perumpamaan “Gembala yang Baik.” Dalam Injil Yohanes (10:11 dan 10:14), Yesus menyatakan bahwa: “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya.” Maka tidak mengherankan jika banyak seniman Kristen mula-mula memilih gambar gembala untuk menggambarkan Kristus. Dan sebagian besar, mereka menggambarnya dengan menggabungkan motif gembala yang khas dalam seni Yunani dan Romawi. Gambar ini dilukis di dalam katakombe St. Callisto di Roma, yang menggambarkan Yesus sedang menggendong anak domba di bahunya. Gambar ini mengikuti sosok ikon “maskophoros” yang secara harfiah berarti “pembawa domba” yang penggambaran pertamanya ada dalam seni Yunani kuno pada tahun 570 SM.

Adorazione dei magi oleh Giovanni Dall’Orto (Sumber: wikimedia.org dan aleteia.org)

Gambar Kristus yang lainnya yang disajikan dalam Perjanjian Baru adalah kedatangan para majus yang dijelaskan dalam Matius 2:1-12. Maka hasilnya, “epifani” menjadi salah satu representasi paling populer dalam kehidupan Kristus selama masa permulaan agama Kristen. Gambar para majus yang menyembah Sang Anak ini dibuat untuk menghias sarkofagus yang berasal dari abad ke-3, yang sekarang disimpan di Museum Vatikan di Roma.

Healing of the Paralytic dari Yale University Art Gallery (Sumber: aleteia.org)

Salah satu mukjizat Yesus yang dituliskan dalam Injil (Matius 9:1-8, Markus 2:1-12, dan Lukas 5:117-26) adalah Yesus menyembuhkan seorang lumpuh di Kapernaum, pada zaman modern ini berada di Israel. Sejak saat itu, adegan ini berulang kali ditampilkan dalam ikonografi Kristen. Gambar ini berasal dari abad ke-3 dan ditemukan di tempat pembaptisan di sebuah gereja yang sudah lama ditinggalkan di Suriah. Gambar ini merupakan salah satu gambar penggambaran Kristus paling kuno yang sudah diketahui oleh sejarawan.

Christ between Peter and Paul (Sumber: aleteia.org)

Gambar ini berasal dari abad ke-4, yang menggambarkan Yesus di antara St. Petrus dan St. Paulus. Gambar ini dilukis di dalam Katakombe St. Marcellinus dan Petrus di Via Labicana di Roma, terletak di sebuah vila yang dulunya milik Kaisar Kontantinus. Di bawah gambar utama dari lukisan itu, kita bisa melihat empat tokoh yang menjadi martir yang dimakamkan di dalam katakombe itu, mereka adalah Gorgonius, Petrus, Marcellinus dan Tiburtius. Mereka digambarkan mengarahkan tangan mereka kepada Anak Domba Allah di altar surgawi-Nya.

Christ Pantocrator (Sumber: aleteia.org)

Secara harfiah, “Pantokrator” dalam bahasa Yunani bermakna “dia yang memiliki kuasa atas segala sesuatu.” Itulah bagaimana dua ungkapan bahasa Ibrani yang digunakan dalam Perjanjian Lama untuk menggambarkan Allah, “Allah segala kuasa” (Sabaot) dan “Yang Mahakuasa” (El Shaddai) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Untuk mewakili sifat-sifat agung itu, para ikonografer Byzantine memanfaatkan fitur-fitur seperti tangan kanan terbuka yang bisa mengungkakan rasa akan kekuatan dan kekuasaan. Gambar “Kristus Pantokrator” ini adalah contoh yang paling kuno di dunia. Ekspresi berbeda ditunjukkan di sisi kanan dan kiri wajah Yesus yang menunjukkan dua kodrat-Nya yaitu sungguh Allah dan sungguh manusia. Gambar ini dilukis di atas papan kayu pada abad ke-6 atau ke-7. Sekarang gambar ini disimpan di biara St. Catherine di Gunung Sinai, Mesir. Adapun biara itu merupakan biara tertua di dunia.

Sumber: “The six oldest images of Jesus”

Seperti apa penelitian Gunung Padang?

Temuan terbaru dari penelitian yang dilakukan Danny Hilman Natawidjaja dan sejumlah ahli sebetulnya menguatkan kesimpulannya yang terdahulu bahwa Gunung Padang yang terletak di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, berpotensi menjadi piramida tertua di dunia.

Bahkan situs tersebut kemungkinan berusia 10.000 tahun lebih tua dari Piramida Giza di Mesir dan Stonehenge yang terkenal di Inggris.

Dalam jurnal ilmiah Archaeological Prospection yang baru-baru ini terbit, tertulis bahwa dia beserta tim sudah melakukan survei terpadu di Gunung Padang selama tiga tahun, sejak November 2011 hingga Oktober 2014.

Survei-survei itu di antaranya dengan melakukan pemetaan lanskap dan permukaan situs, pengeboran inti, pembuatan parit, dan teknik geofisika terpadu yang melibatkan metode Tomografi Resistivitas Listrik (ERT) dua dimensi serta tiga dimensi, juga Radar Tembus Tanah (GPR).

Kemudian operasi penggalian dimulai pada pertengahan tahun 2012 dengan sebagian besar pekerjaan dilakukan pada Agustus hingga September 2014.

Sumber gambar, Fairfax/Getty Images

Untuk 'parit' yang digali, ukurannya bervariasi antara 1,2 meter sampai 3,9 meter dari permukaan dan kedalamannya mencapai antara 2 dan 4 meter.

"Penggalian parit dilakukan secara manual dengan menggunakan berbagai alat, antara lain sekop dan cangkul," tulis Danny Hilman.

Sementara kegiatan pengeboran inti situs dilakukan untuk mengeksplorasi lapisan batuan yang lebih dalam.

"Untuk aktivitas ini kami menggunakan peralatan pengeboran Jacro 100 yang dilengkapi dengan mata bor berlian NQ berukuran diameter 2 inci dan inti barel 5 kaki."

Batuan dari inti situs tersebut, sambungnya, diteliti dengan analisis petrologi dan petrografi agar diketahui komposisi dan karakteristiknya.

Adapun sampel tanah organik diekstraksi secara hati-hati yang kemudian digunakan untuk analisis penanggalan karbon.

"Intinya ingin menentukan umur Gunung Padang, karena tanah itu mengandung unsur organik yang bisa ditentukan unsur karbonnya yang berasosiasi dengan umur bangunan," ujar Danny Hilman kepada BBC News Indonesia, Rabu (08/11).

Bagaimana bentuk piramida Gunung Padang?

Situs Gunung Padang, kata Danny Hilman, bukanlah bukit alami melainkan konstruksi berbentuk piramida berlapis.

Lapisan pertama yakni yang paling atas – yang dipenuhi tanah, tumbuh-tumbuhan, berusia 1.000 2.000 tahun sebelum Masehi.

Lapisan kedua yang terdiri dari tumpukan pecahan batuan kolom dengan panjang hingga 1 meter, berusia 5.000 - 6.000 tahun sebelum Masehi.

Lapisan ketiga atau yang tertua berusia 16.000 - 27.000 tahun sebelum Masehi.

Sumber gambar, Archaeological Prospection/Natawidjaja

"Di lapisan tiga ini terdiri dari batuan yang lapuk, tanah liat hingga butiran kerikil dan batuan vulkanik yang tidak teridentifikasi. Ada juga batuan yang mengandung batuan kolom yang sangat lapuk berbentuk pilar vertikal."

Danny Hilman berkata, usia yang begitu lama pada lapisan terakhir memunculkan dugaan bahwa saat bangunan itu dibuat kemungkinan terjadi bencana yang berkaitan dengan banjir besar – atau kepunahan massal.

Setelah bencana, sambungnya, lapisan kedua dibangun dengan menimbun terlebih dahulu konstruksi pertama.

Di inti piramida, tim peneliti menemukan apa yang mereka gambarkan sebagai struktur batu lava yang "dipahat dengan cermat" dan "masif" yang terbuat dari andesit – sejenis batuan beku berbutir halus.

Sumber gambar, Archaeological Prospection/Natawidjaja

Merujuk pada konstruksi dan pahatan bebatuan, tim peneliti meyakini situs ini sudah ada sejak Zaman Es periode terakhir.

"Temuan ini menantang keyakinan konvensional bahwa peradaban manusia dan pengembangan teknik konstruksi canggih muncul selama periode awal Holosen atau awal Neolitikum."

"Pembuat lapisan ketiga dan kedua di Gunung Padang pasti memiliki kemampuan tukang batu yang luar biasa – yang tidak sejalan dengan budaya pemburu dan peramu tradisional."

Ahli geologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional Indonesia (BRIN) ini mengatakan temuan tersebut punya arti luar biasa untuk sejarah Indonesia.

Kalau selama ini pengetahuan peradaban Indonesia dimulai dari Kerajaan Kutai pada abad ke-4 Masehi, maka sesungguhnya peradaban sudah ada sebelum itu.

"Secara umum Indonesia seperti terbelakang, seperti anak bawang dibanding dengan India atau China yang sejarahnya lebih tua," ucap Danny Hilman.

Sumber gambar, Fairfax/Getty Images

Itu mengapa dia dan tim peneliti berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkap rahasia tersembunyi sekaligus peradaban kuno di situs misterius tersebut.

Sebab meskipun situs ini sudah terkubur sekitar 9.000 tahun yang lalu, tapi orang-orang dari berbagai daerah kerap mendatangi lokasinya.

Temuan Arkeolog Tentang Animasi Pertama

Awal tahun 2022, serangkaian pahatan batu bergambar hewan menghidupkan kembali spekulasi tentang bentuk animasi paling awal. Menggunakan model 3D dan perangkat lunak realitas virtual, tim arkeolog berpendapat bahwa karya seni batu mungkin merupakan representasi dari hewan yang bergerak jika dilihat dalam cahaya api.

Contoh lain dari animasi pertama terletak di Shahr-e Sukhteh, sebuah situs arkeologi di Iran tenggara yang dikenal sebagai 'Kota Terbakar'.

Di sini, para peneliti menemukan sebuah piala sederhana dengan sketsa merah terbakar dari seekor kambing pelompat yang hidup ketika vas diputar.

Dalam lima gambar berurutan, kambing bertanduk melompat untuk memakan daun pohon yang mungkin melambangkan pohon kehidupan Asiria.

Tetapi para arkeolog hanya mengenali gambar-gambar itu sebagai rangkaian gambar bertahun-tahun setelah vas itu digali pada tahun 1967.

Peninggalan itu dipajang di Museum Nasional Iran. Berusia sekitar 5.200 tahun, beberapa orang mengklaim itu bisa menjadi salah satu contoh animasi tertua. Anggapan itu menempatkan para pembuat tembikar Persia sebagai penguasa konsep awal animasi.

"Hal ini menunjukkan bahwa manusia selama ribuan tahun telah terpesona oleh gerakan hewan dan berusaha menangkap serangkaian gambar berurutan," kata Leila Honari, seorang animator Persia dan sarjana seni di University of Griffith di Australia dalam Science Alert, dikutip Selasa (3/1/2023).

Gunung Padang 'berpotensi menjadi piramida tertua di dunia' - Bagaimana bentuk dan fungsinya?

Sumber gambar, Fairfax/Getty

Peneliti Danny Hilman Natawidjaja menyebut hasil penelitian terbarunya soal Gunung Padang bakal mengubah sejarah bahwa peradaban di Indonesia sudah berkembang sebelum abad ke-4 Masehi. Sebab, menurut hasil penelitian Danny, Gunung Padang berpotensi menjadi piramida tertua di dunia.

Itu mengapa dia berharap dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkap rahasia tersembunyi sekaligus peradaban kuno di situs misterius tersebut.

Akan tetapi, arkeolog dari Jawa Barat, Dr Lutfi Yondri, menyebut kesimpulan itu mengada-ada karena hasil verifikasinya dan kajian literatur yang ada menyebutkan piramida tidak ada dalam lintasan budaya di Indonesia.